Kebiasaan Siswa Menyontek
Waktu Ulangan
Menyontek adalah sebagai suatu kegiatan mencontoh atau mengutip tulisan, pekerjaan orang lain sebagaimana aslinya.
Menyontek sering kali dipahami dan merupakan sikap pecundang yang menginginkan hasil optimal tanpa harus bersusah payah. Biasanya, nyontek dilakukan oleh para siswa atau mahasiswa yang sedang mengerjakan soal ujian, dan yang bersangkutan tidak mempersiapkan penguasaan bahan atau materi pelajaran yang memadai dengan berbagai alasan. Mereka menyontek pekerjaan temannya yang dianggap lebih pintar atau mengerjakan soal dengan jawaban yang dilihatnya dari catatan yang sudah dipersiapakan. Catatan ini bisa berupa apa saja, buku-buku, atau catatan kecil lainnya.
Penyebab Menyontek.
Penyebab munculnya tindakan ”menyontek” bisa dipengaruhi beberapa hal. Baik yang sifatnya berasal dari dalam (internal) yakni diri sendiri maupun dari luar (eksternal) misalnya dari guru, orang tua maupun sistem pendidikan itu sendiri.
Faktor dari dalam diri sendiri :
1. Kurangnya rasa percaya diri pelajar dalam mengerjakan soal. Biasanya disebabkan ketidaksiapan belajar baik persoalan malas dan kurangnya waktu belajar.
2. Orientasi pelajar pada nilai bukan pada ilmu.
3. Sudah menjadi kebiasaan dan merupakan bagian dari insting untuk bertahan.
4. Merupakan bentuk pelarian/protes untuk mendapatkan keadilan. Hal ini disebabkan pelajaran yang disampaikan kurang dipahami atau tidak mengerti dan sehingga merasa tidak puas oleh penjelasan dari guru atau dosen.
5. Melihat beberapa mata pelajaran dengan kacamata yang kurang tepat, yakni merasa ada pelajaran yang penting dan tidak penting sehingga mempengaruhi keseriusan belajar.
6. Terpengaruh oleh budaya instan yang mempengaruhi sehingga pelajar selalu mencari jalan keluar yang mudah dan cepat ketika menghadapi suatu persoalan termasuk test atau ulangan.
7. Tidak ingin dianggap sok suci dan lemahnya tingkat keimanan.
Faktor dari Guru :
1. Guru tidak mempersiapkan proses belajar mengajar dengan baik sehingga yang terjadi tidak ada variasi dalam mengajar dan pada akhirnya murid menjadi malas belajar.
2. Guru terlalu banyak melakukan kerja sampingan sehingga tidak ada kesempatan untuk membuat soal-soal yang variatif. Akibatnya soal yang diberikan antara satu kelas dengan kelas yang lain sama atau bahkan dari tahun ke tahun tidak mengalami variasi soal.
3. Soal yang diberikan selalu berorientasi pada hafal mati dari text book.
4. Tidak ada integritas dan keteladan dalam diri guru berkenaan dengan mudahnya soal diberikan kepada pelajar dengan imbalan sejumlah uang.
Faktor dari Orang Tua :
1. Adanya hukuman yang berat jikalau anaknya tidak berprestasi.
2. Ketidaktahuan orang tua dalam mengerti pribadi dan keunikan masing-masing dari anaknya, sehingga yang terjadi pemaksaan kehendak
3. Faktor dari Sistem Pendidikan
4. Meskipun pemerintah terus memperbaharui sistem kurikulum yang ada, akan tetapi sistem pengajarannya tetap tidak berubah, misalnya tetap terjadi one way yakni dari guru untuk siswa.
5. Muatan materi kurikulum yang ada seringkali masih tumpang tindih dari satu jenjang ke jenjang lainnya yang akhirnya menyebabkan pelajar/siswa menganggap rendah dan mudah setiap materi. Sehingga yang terjadi bukan semakin bisa melainkan pembodohan karena kebosanan.
Faktor dari Sistem Pendidikan :
1. Meskipun pemerintah terus memperbaharui sistem kurikulum yang ada, akan tetapi sistem pengajarannya tetap tidak berubah, misalnya tetap terjadi one way yakni dari guru untuk siswa.
2. Muatan materi kurikulum yang ada seringkali masih tumpang tindih dari satu jenjang ke jenjang lainnya yang akhirnya menyebabkan pelajar/siswa menganggap rendah dan mudah setiap materi. Sehingga yang terjadi bukan semakin bisa melainkan pembodohan karena kebosanan.
Abdullah Alhadza dalam Admin (2004) mengutip pendapat Smith yang menemukan bahwa keputusan moral dan motivasi untuk berprestasi atau ketakutan untuk gagal menjadi alasan yang signifikan siswa untuk melakukan ”menyontek”. Alasan siswa melakukan menyontek dengan pengelompokan sebagai berikut :
1. Karena terpengaruh setelah melihat orang lain melakukan “menyontek” meskipun pada awalnya tidak ada niat melakukannya.
2. Terdesak membutuhkan jawaban karena waktu yang diberikan hanya terbatas.
3. Terpaksa membuka buku karena pertanyaan ujian terlalu membuku (buku sentris) sehingga memaksa peserta ujian harus menghapal kata demi kata dari buku teks.
4. Merasa dosen/guru kurang adil dan diskriminatif dalam pemberian nilai.
5. Adanya peluang karena pengawasan yang tidak ketat.
6. Takut gagal. Yang bersangkutan tidak siap menghadapi ujian tetapi tidak mau menundanya dan tidak mau gagal.
7. Ingin mendapatkan nilai tinggi tetapi tidak bersedia mengimbangi dengan belajar keras atau serius.
8. Tidak percaya diri. Sebenarya yang bersangkutan sudah belajar teratur tetapi ada kekhawatiran akan lupa lalu akan menimbulkan kefatalan, sehingga perlu diantisipasi dengan membawa catatan kecil.
9. Terlalu cemas menghadapi ujian sehingga hilang ingatan sama sekali lalu terpaksa buka buku atau bertanya kepada teman yang duduk berdekatan.
10. Merasa sudah sulit menghafal atau mengingat karena faktor usia, sementara soal yang dibuat penguji sangat menekankan kepada kemampuan mengingat.
11. Mencari jalan pintas dengan pertimbangan daripada mempelajari sesuatu yang belum tentu keluar lebih baik mencari bocoran soal.
12. Menganggap sistem penilaian tidak objektif, sehingga pendekatan pribadi kepada dosen atau guru lebih efektif daripada belajar serius.
13. Penugasan guru atau dosen yang tidak rasional yang mengakibatkan siswa atau mahasiswa terdesak sehingga terpaksa menempuh segala macam cara.
14. Yakin bahwa dosen atau guru tidak akan memeriksa tugas yang diberikan berdasarkan pengalaman sebelumnya sehingga bermaksud membalas dengan mengelabui dosen/guru yang bersangkutan.
Bahaya menyontek
Sadar atau tidak, setuju atau tidak setuju, suka atau tidak suka, menyontek dapat mendatangkan bahaya baik jangka pendek maupun jangka panjang, baik bagi penyontek, yang dicontek maupun institusi itu sendiri.
Bahaya jangka pendek
Siswa menjadi tidak pede dengan jawabannya. Padahal barangkali jawabannya lebih benar daripada milik temannya. Menyontek juga membahayakan diri sendiri karena bila ketahuan guru, bisa dipastikan nilai 0. Bagi yang dicontek, tidak menyesalkah bila yang menyontek mendapat hasil ujian yang lebih tinggi daripada anda yang dicontek? Artinya, kerjasama saat di 'medan perang' ujian adalah kesia-siaan, karena teman anda hanya memanfaatkan diri anda, dan anda tidak sadar telah dimanfaatkan. Hal ini sering terjadi. Yang namanya kompetisi, maka setiap peserta harus bersaing, bukannya malah bekerja sama. Karena yang namanya juara itu hanya dimiliki oleh satu orang, bukan tim atau kolektif.
Bahaya jangka panjang
Bila seorang siswa terbiasa menyontek, maka kebiasaan itulah yang akan membentuk diri. Beberapa karakter yang dapat 'dihasilkan' dari kegiatan menyontek antara lain: mengambil milik orang lain tanpa ijin, menyepelekan, senang jalan pintas dan malas berusaha keras, dan ke-halal-an pekerjaan dipertanyakan. Bisa dipastikan, saat siswa sudah dewasa dan hidup sendiri, tabiat-tabiat hasil perilaku menyontek mulai diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, seperti mencuri, korupsi, manajemen buruk, pemalas tapi ingin jabatan dan pedapatan tinggi.
Dampak negatif menyontek
Dampak negatif menyontek antara lain :
1. Siswa menjadi malas belajar, karena sudah terbiasa menyontek.
2. Siswa tidak tahu seberapa kemampuannya.
3. Mengecewakan orang lain.
4. Bisa menyebabkan ketagihan menyontek.
5. Merugikan diri sendiri dan orang lain.
6. Timbul rasa ketergantungan kepada teman yang bisa.
7. Dll.
sangat bagus..hehehe
BalasHapus